Tantiem Adalah Akal-akalan? Membedah Bonus Fantastis Pejabat BUMN yang Disorot Presiden

6 Min Read

Pernah dengar istilah ‘tantiem’? Mungkin terdengar asing, seperti istilah rumit dari buku teks ekonomi. Namun, belakangan ini, kata tersebut mendadak viral dan menjadi buah bibir di seluruh negeri.

Semua bermula saat Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraannya menyebut tantiem sebagai “akal-akalan”. Jadi, sebenarnya tantiem itu apa? Secara sederhana, tantiem adalah bagian dari keuntungan perusahaan yang diberikan sebagai hadiah atau bonus, khususnya kepada jajaran direksi dan komisaris atas kinerja mereka.

Namun, yang membuat heboh adalah ketika Presiden Prabowo mengungkap ada komisaris BUMN yang rapatnya hanya sebulan sekali tapi bisa menerima tantiem hingga Rp40 miliar setahun. Angka yang fantastis ini tentu memicu pertanyaan besar: apakah bonus sebesar itu sepadan dengan kinerjanya?

Apa Sebenarnya Tantiem Itu?

Mari kita bedah lebih dalam. Istilah ini memang bukan kata yang kita gunakan sehari-hari. Namun, dalam dunia korporasi, tantiem adalah hal yang lumrah.

Definisi dari Berbagai Sudut Pandang

Untuk memahaminya secara utuh, kita bisa melihatnya dari beberapa kacamata:

  • Menurut KBBI: Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan tantiem sebagai “bagian keuntungan perusahaan yang dihadiahkan kepada karyawan”. Definisi ini cukup umum.
  • Menurut Hukum Korporasi: Dalam praktiknya, tantiem lebih spesifik. Ia adalah pembagian keuntungan yang diberikan kepada direksi dan komisaris, yang besarannya ditentukan oleh pemegang saham berdasarkan persentase laba bersih.
  • Menurut Aturan BUMN: Peraturan Menteri BUMN lebih detail lagi. Tantiem disebut sebagai penghargaan tahunan yang diberikan jika perusahaan untung. Uniknya, bonus ini bahkan bisa tetap diberikan jika perusahaan merugi, asalkan ada peningkatan kinerja.

Lalu, Apa Bedanya dengan Bonus Biasa?

Anda mungkin berpikir, “Bukankah itu sama saja dengan bonus?” Ya dan tidak. Tantiem memang sejenis bonus, tapi lebih eksklusif.

Jika bonus tahunan bisa diberikan kepada semua karyawan, tantiem secara khusus menyasar jajaran puncak—direksi dan dewan komisaris—sebagai imbalan atas tugas pengelolaan dan pengawasan mereka. Sifatnya adalah insentif yang sangat terikat pada kinerja dan laba perusahaan.

Gebrakan Presiden Prabowo: Tantiem di Ujung Tanduk

tantiem komisaris bumn
Presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan pidato kenegaraan

Kontroversi tantiem meledak saat Presiden Prabowo menyampaikan pidato tentang Rancangan APBN 2026 pada 15 Agustus 2025. Dengan gaya bicara yang lugas, ia mengkritik keras praktik ini di lingkungan BUMN.

Pidato yang Menggemparkan

Presiden Prabowo tidak menahan diri. Ia menyebut tantiem sebagai “akal-akalan” dan menyoroti penggunaan istilah asing yang menurutnya bertujuan agar masyarakat awam tidak mengerti.

“Saudara-saudara, masa ada komisaris yang rapat sebulan sekali, tantiemnya Rp40 miliar setahun,” tegas Prabowo, yang disambut tepuk tangan riuh di gedung parlemen.

Ia juga menegaskan bahwa BUMN adalah milik rakyat, dan uangnya tidak boleh dimainkan seenaknya.

Kenapa Menjadi Masalah Besar?

Kritik utama Presiden Prabowo terletak pada dua hal. Pertama, banyak BUMN yang merugi tetapi para pejabatnya tetap menikmati bonus besar. Kedua, jumlah komisaris di beberapa BUMN dinilai terlalu banyak dan tidak efisien.

Fenomena ini menciptakan citra bahwa remunerasi pejabat tinggi BUMN tidak selaras dengan kesehatan finansial perusahaan yang mereka pimpin. Ini menjadi ironis karena BUMN seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi dan melayani kepentingan publik.

Langkah Konkret dan Dampak Nyata

Kritik Presiden Prabowo bukan sekadar wacana. Ia langsung menugaskan Badan Pengelola Investasi Danantara Indonesia (Danantara) untuk membereskan masalah ini.

Aturan Baru yang Tegas

Langkah-langkah konkret pun segera diambil. CEO Danantara, Rosan Perkasa Roeslani, telah menerbitkan surat edaran yang menghapus tantiem untuk komisaris BUMN.

Kebijakannya jelas:

  1. Direksi dan komisaris tidak akan menerima tantiem jika perusahaan merugi.
  2. Kalaupun perusahaan untung, keuntungannya harus “untung benar, jangan untung akal-akalan”.
  3. Jumlah komisaris akan dipangkas. “Saya potong setengah, komisaris paling banyak 6 orang,” kata Prabowo.

Presiden bahkan mempersilakan direksi atau komisaris yang keberatan dengan kebijakan ini untuk mundur, karena banyak anak muda kompeten yang siap menggantikan mereka.

Potensi Penghematan Fantastis

Langkah ini diperkirakan akan membawa dampak signifikan bagi keuangan negara. Menurut Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, penghapusan tantiem bisa menghemat anggaran negara hingga Rp17-Rp18 triliun. Sumber lain dari Danantara menyebut angka penghematan sekitar Rp8 triliun per tahun.

Dukungan dari Pejabat Lain

Kebijakan ini mendapat dukungan luas. Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, yang juga menjabat Komisaris Utama Pupuk Indonesia, setuju penuh.

“Setuju, setuju, tantiem tidak perlu, kita ini pengabdian,” katanya. “Kalau mau kaya tidak usah jadi pejabat, kita kaya jadi pengusaha,” tambahnya, menegaskan bahwa jabatan publik adalah soal pelayanan.

Era Baru Pengelolaan BUMN?

Langkah tegas untuk menghapus praktik tantiem yang dinilai tidak wajar ini menandai babak baru dalam reformasi BUMN. Ini bukan hanya soal memotong bonus, melainkan sebuah pesan kuat tentang akuntabilitas, efisiensi, dan transparansi.

Di banyak negara, insentif untuk eksekutif (dikenal dengan prinsip pay for performance) diatur dengan ketat untuk memastikan bonus selaras dengan kepentingan pemegang saham dan publik. Kebijakan yang digulirkan Presiden Prabowo sejalan dengan semangat tersebut.

Pada akhirnya, polemik ini mengingatkan kita bahwa tantiem, yang pada dasarnya adalah alat untuk memotivasi, bisa menjadi masalah jika tidak dikelola dengan tata kelola yang baik. Kini, fokusnya bergeser dari sekadar mengejar “untung akal-akalan” menjadi membangun BUMN yang benar-benar sehat, efisien, dan mengabdi pada kepentingan rakyat.

TAGGED:
Share This Article